Budaya, Tradisi serta Kebiasaan Masayarakat Lembata yang berhubungan dengan aspek pertanian dan peternakan
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kata ”kebudayaan” berasal dari bahasa sanskerta buddhaya, yaitu bentuk jamak dari buddhiyang berarti “budi” atau “akal”. Dengan demikian ke-budaya-an dapat diartikan: “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”. Secara etimologi, kebudayaan dapat diartikan sebagai cara, kebiasaan atau segala hasil daya upaya manusia mengelolah akal budinya. Manusia berevolusi dalam waktu lebih kurang empat juta tahun lamanya. Pada masa ia muncul di muka bumi, tentu telah ada benih-benih dari kebudayaan. Telah ada bahasa sebagai alat komunikasi untuk perkembangan sistem pembagian kerja dan interaksi antara kelompok.
Tentu saja kemampuan akal manusia untuk mengembankan kosep-konsep yang makin lama makin tajam, yang dapat disimpan dalam bahasa, dan bersifat akumulatif. Mungkin ketika itu juga sudah ada alat-alatnya yang pertama, berupa sebatang kayu untuk tongkat pukul, segumpal batu untuk senjata lempar. Kemudian batang-batang kayu diperuncing olehnya sehinnga selain sebagai senjata pukul, juga dapat berfungsi sebagai senjata tusuk, dan gumpal-gumpal batu yang dipertajam pada sisi belahannya dapat juga berfungsi sebagai alat potong.
Dengan benih-benih kebudayaan berupa kemampuan akal dan beberapa peralatan sederhana itu manusia dapat hidup selama hampir dua juta tahun. Kebudayaan berevolusi dengan lambat, sejajar dengan evolusi organismenya, dan baru 200.000 tahunan kemudian tampak kemajuan ketika dari penemuan alat-alat sekitar fosil-fosil terlihat, bahwa kebudayaan manusia telah bertambah dengan kemampuan untuk menguasai api dan mempergunakan energinya serta kepandaian untuk membuat gambar-gambar pada dinding gua, yang berarti bahwa manusia mulai mengembangkan kesenian. Berhubungan dengan itu mungkin juga kosep-konsep dasar mengenai realigi. Namun setelah zaman itu tampak bahwa evolusi kebudayaan manusia mulai agak cepat jika dibandingkan dengan evolusi organiknya. Kalau 120.000 tahun kemudian bentuk organisme manusia berubah dari bentuk homoneandertal menjadi homosapiens seperti manusia sekarang, maka kebudayaannya juga tampak banyak kemajuannya. Ketika dalam proses evolusi organik tampak perbedaan beragam ras, maka dalam evolusi kebudayaan telah mulai tampak alat-alat dengan teknologi rumit seperti busur panah.
Setelah revolusi bercocok tanam dan beternak dalam kehidupan menetap, yang juga menyebabkan meloncatnya pertambahan penduduk manusia hanya dalam jangka waktu separuhnya dari jangka wakttu proses perkembangan bercocok tanam dan beternak, yaitu 6000 tahun kemudian telah timbul lagi suatu revolusi atau perubahan mendadak yang baru lagi dalam proses perkembangan kebudayaan, yaitu revolusi perkembangan masyarakat kota.
Pulau Lembata dahulu dikenal sebagai sebutan populer pulau “lomblen” dalam perkembangan mutakhir disebut pulau lembata yang masuk dalam kawasan wilayah kabupaten flores timur kemudian memisahkan diri sebagai sebuah kabupaten sendiri yakni kabupaten Lembata. Pulau Lembata adalah salah satu pulau yang berada dalam gugusan pulau-pulau di propinsi nusa tengara timur dan sedianya menjadi wilayah dari kabupaten daerah tingkat II flores Timur. Pulau lembata dengan luas daratan 1339 km persegi memeliki penduduk 115.257 jiwa terdiri dari: pria 38.425 jiwa dan wanita 54.832 jiwa, dengan kepadatan penduduk 80,57 jiwa. Disamping jumlah penduduk di atas belum dihitung penduduk yang menjadi tenaga kerja di luar lembata berjumlah 27.300 jiwa. Mata pencarian penduduk lembata sebagai petani (80%) sisanya sebagai PNS, guru TNI, Polisi, pedagang, pengusaha, peternak, nelayan dan sebagainya. Jumlah usia produktif tercatat 70.150 jiwa.
Lembata mempunyai kandungan berbagi potensi yang sangat berguna bagi rakyat dan salah satunya adalah budaya. Potensi itu dapat dicatat sebagai ilustrasi yang kiranya dapat dikelolah secara maksimal dan mendesak, beberapa potensi yang sangat potensial untuk dikembangkan seperti bidang pertanian dan bidang perternakan. Berdasarkan latar belakang di atas Penulis dapat merangkum berbagai informasi tentang kebudayaan masyarakat lembata yang behubungan langsung dengan pertanian dan perternakan.
B. MASALAH
1. apa saja jenis budaya masyarakat kedang yang berhubungan dengan pertanian dan perternakan
2. apa saja manfaat dari jenis-jenis budaya masyarakat kedang yang berhubungan dengan pertanian dan pertenakan.
C. TUJUAN
1. untuk mengetahui jenis budaya masyarakat Lembata yang berhubungan dengan pertanian dan perternakan
2. untuk mengetahui manfaat dari jenis-jenis budaya masyarakat Lembata yang berhubungan dengan pertanian dan pertenakan
BAB II
PEMBAHASAN
Pertanian
Pengertian
Sejak zaman dahulu masyarakat lembata sangat bergantung pada peredaran musim kemarau dan musim hujan karena sebagian besar masyarakat Lembata bermata pencaharian yakni bertani, berburu dan nelayan. Budaya serta kebiasaan masyarakat Lembata tentunya juga beragam serta melahirkan keunikan dan ciri khas tersendiri sehingga kelestarian budaya serta kebiasaan masyarakat masih tetap terjaga dan dirawat dengan baik. Yang menjadi pertanyaannya adalah, apakah masyarakat Lembata memiliki budaya serta kebiasaan yang berhubungan langsung dengan aspek pertanian dan peternakan?
Dalam penulisan ini hanya terdapat beberapa bagian tertentu yang ingin disampaikan berkaitan dengan budaya (tradisi) serta kebiasaan masyarakat Lembata yang berhubungan langsung dengan aspek pertanian dan peternakan. Dalam peristiwa berkembangnya kepandaian bercocok tanam , manusia mengalami suatu waktu revolusi atau perubahan yang mendadak dalam kebudayaan dan dalam cara hidupnya. masyarakat telah mulai membentuk desa-desa, konsentrasi tempat-tempat tinggal menetap, bercocok tanam di ladang merupakan suatu bentuk mata pencaharian manusia . Bercocok tanam di ladang sebagian besar dilakukan di daerah-daerah rimba tropis. Cara bercocok tanam di ladang yaitu : (a) membuka sebidang tanah dengan memotong belukar, dan menebang pohon-pohon, kemudian dahan-dahan dan batang-batang yang jatuh bertebaran dibakar setelah kering, (b) ladang-ladang yang dibuka dengan cara itu kemudian ditanami dengan pengolahan yang minimum dan tanpa irigasi, yang masih bergantung pada alam (musim hujan).
Jenis-jenis budaya dalam aspek pertanian
Pada umumnya masyarakat Lembata pada umumnya Berladang bergantung pada kondisi alam, yaitu pada musim hujan yang dimulai dari bulan Oktober – April. Memasuki musim pancaroba masyarakat Lembata mulai berpanen, disini masyarakat membangun kerjasama atau bergotong royong untuk mengambil hasil panen (panen raya). menariknya, masyarak ketika selasai berpanen memiliki kebiasaan dan menjadi tradisi yang diwarisi secara turun temurun hingga saat ini. Diantaranya sebagai berikut:
Ka Weru (Panen Raya) Tradisi Masyarakat Kedang
Masyarakat kedang terdiri antara dua kecamatan yaitu Buyasuri dan Omesuri yang sangat membudayakan kegiatan Ka Weru(Pesta Panen) yang diselenggarakan setiap tahunnya pada bulan April sampai pada bulan Mei. Adapun yang kegiatannya lebih dari bulan yang sudah ditentukan karena disesuaikan dengan musim panen dari hasil pertanian masyarakat. Uniknya adalah kegiatan Ka Weru(Pesta Panen) ini tidak dilangsungkan secara besamaan atau serentak oleh warga masyarakat kedang melainkan kegiatan ini dilakukan oleh setiap desa masing-masing bahkan ada yang secara perorangan dari desa tersebut.
Kegiatan ka Weru (Pesta Panen) ini dilaksanakan secara rutin setiap tahunnya dengan maksud dan tujuan mensyukuri nikmat Tuhan yang diberikan melalui hasil panen dari masyakat agar pada tahun-tahun yang berikutnya bisa mendapatkan hasil yang memuaskan serta menjaga hubungan silaturahmi kekeluargaan dan rasa persaudaraan antar masyarakat setempat.
Reke Utan (Makan Kacang Baru) Tradisi Mayarakat Ile Ape
Budaya Reke Utan sangat melekat pada masyarakat Lembata khususnya kec. Ile Ape dan Ile Ape Timur, yang proses pelaksanaan kegiatannya dilakukan pada setiap tahun di waktu musim panen kacang. Kegiatan ini sangat menarik perhatian publik karena seluruh warga masyarakat Ile Ape turut berpartisipasi dan diawali dengan prosesi ritual seremonial adat.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam prosesi kegiatan Reke Utan (Makan Kacang Baru) adalah sebuah bentuk dalam mengucapkan rasa syukur pada Tuhan atas anugerah serta limpahan Rizki yang sudah diberikan dan keberhasilan selama ini, kegagalan selama ini (selama tahun yang lewat). Dan kemudian memohon keselamatan serta kesehatan bagi keluarga. Lalu masyarakat juga memohon untuk keberhasilan usaha pada tahun-tahun yang akan datang.
Tenun Ikat (Wela Tarang) Tradisi Masyarakat Kedang
Berbicara terkait Tenun Ikat tentunya akan dikaitakan dengan budaya kesenian dan kerajinan tangan masyarakat Lembata pada umumnya. Dalam pagelaran berbagai ritus seperti kematian, perkawinan serta lainnya dapat disaksikan bagaimana semarak dan moleknya kain tenun yang dikenakan dalam kegiatan tersebut dengan toleransi berbagai macam ragam warna serta motif yang berbeda-beda.
Pembuatan tenun ikat sangat membutuhkan waktu yang begitu relatif lama karena harus diperlukan barbagai macam kebutuhan serta memiliki proses yang panjang. Benang yang terbentuk dalam kain tenun ikat tersebut adalah bagian dari upaya hasil pertanian masyarakat yakni pohon kapas.
Motif merupakan sebuah dasar seni dari kain tenun sehingga harus dikuasai oleh penenun sebelum membuat sebuah kain tenun seperti untuk kain adat (mowak) yakni mowak mokun, mowak atadein, dan mowak tenalolon. Ketiga jenis mowak ini desebut mowak oi boli. Kain seperti inilah yang dikenal sangat mahal. Proses pencelupan merupakan hal yang paling sulit dilewati pada setiap penenun karena harus memiliki keahlian yang mumpuni serta penuh dengan kehati-hatian untuk mendapatkan hasil celupan yang memuaskan. Prosesnya adalah pencelupan dengan alat pewarna setelah diikat dengan berbagai motif (hemak) yang dismpan/direndam dalam periuk khusus yang disebut kuye klorinei dan kuye tau mei atau dalam sebuah pasu yang disebut keltana selama dua sampai empat hari dijemur dengan istilah Lereng. Adapun bahan pewarna alamiah yang digunakan yakni pohon mengkudu (klore), tarum yang dicampur kapur, kunyit, buah kapuk besar (wukak), kulit pohon bakau (kwakang), biji asam (Tamal Uluq) dan jenis daun yang berbentuk ulat telur disebut lepe lolon. Selain tujuan daripada upaya peningkatan ekonomi produktif masyarakat tentunya ada tujuan lain yang lebih detail dan preventif dari pembuatan kain tenun yakni pembudidayaan tradisi sebagai ciri khas kedaerahan berkitan dengan upacara adat perkawinan(pengganti belis) dan upacara adat kematian.
B. Peternakan
1. pengertian
Sistem nilai budaya merupakan tingkat yang paling tinggi dan paling abstrak dari adat istiadat. Hal itu disebabkan karena nilai budaya merupakan konsep-konsep mengenai sesuatu yang ada dalam alam pikiran sebagian besar dari masyarakat yang mereka anggap bernilai, berharga, dan penting dalam hidup sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi pada kehidupan masyarakat.
Dalam setiap masyarakat, baik yang kompleks maupun yang sederhana, ada sejumlah nilai budaya satu dengan yang lain secara berkaitan hingga merupakan suatu sistem. Sistem itu sebagai pedoman dari konsep-konsep ideal dalam kebudayaan yang memberi motivasi kuat terhadap arah perkembangan masyarakat.
Jenis-jenis Budaya Dalam Aspek Peternakan
Dalam berbagai banyak tradisi lokal, hewan ternak sering dihadirkan sebagai pelengkap bahkan menjadi objek sentral dari sebuah ritual. Hampir sebagian masyarakat Lembata pada umumnya dalam usaha peternakan hanya bertujuan pada tabungan atau sumbangan adat dan bukan menjadi prioritas utama dalam pengembangan ekonomi kelayakan. Hewan ternak seperti sapi, kerbau, kambing, ayam serta banyak lainnya tidak terlepas dari adat istiadat. Budaya/tradisi serta kebiasaan masyarakat lembata pada umumnya yang berhungan langsung dengan aspek peternakan antara lain :
Doku Kleru Malu (Ikat Cinta) Upacara Perkawinan Masyarakat Atadei
Upacara adat perkawinan masyarakat Atadei sangat berbeda dengan masyarakat lain di kabupaten Lembata baik dari tata cara pelaksanaanya maupun ritual adatnya yang menjadi ciri khas daerah tersebut. Upacara adat perkawinan dilakukan setelah melalui beberapa proses seperti peminangan yang disebut oleh oran atadei sebagai Te Mawar Moli, pemilikan bersama serta memiliki hubungan Opu Makin pertama kali yang kiranya berkelanjutan dengan pernikahan anak. Berikut diadakan Doku Kleru Malu (Ikat Cinta) dengan cara memasukan sirih pinang yang bermata dan bertangkai. Prose ini ditandai dengan penukaran cincin dan orang yang melakukannya juga membawa tuak, ayam dan beras. Adapun tujuan dari kegiatan upacara adat perkawinan ini yakni meningkatkat serta mempererat tali persaudaraan dalam menjaga hubungan kekeluargaan.
Poang kemer (upacara Adat Masyarakat Kedang)
Poang kemer (ritual Adat) adalah salah satu bentuk ritual yang ada pada budaya masyarakat Lembata-Kedang, yang dilakukan oleh kepala suku(dukun) untuk melihat suatu penyakit dalam tubuh manusia melalui sesuatu yang ghaib melalui seekor hewan sebagai bentuk kurban atau tumbal seperti , ayam. Hal ini sangat diyakini oleh sebagian masyarakat yang ada dikedang sebagai sebuah bentuk penyelamatan diri dari gangguan makhluk halus.
Bele Bara (Upacara Adat Masyarakat Kedang)
Merupakan salah satu ritual adat masyarakat kedang, dalam pengembangan budaya dengan cara memotong kepala kambing atau sapi serta beras dan bahan makanan lainnya dan disimpan diatas sebuah tempat yang sudah di desain sebagai tempat sesajian lalu kemudian diantar ke tengah laut dan juga pada tempat-tempat tertentu yang dianggap sebagai biang (awal) dari masalah dan dilanjutkan melalui do’a atau mantra yang bersifat mistis. Ritual ini dipercaya untuk bisa melihat berbagai macam penyakit dari gangguan makhluk halus dan juga bisa menyembuhkan penyakit yang tidak bisa disembuhkan oleh para medis atau pihak kesehatan lainnya.
C. ASAS PEMANFAATAN
Budaya dalam aspek pertanian dan peternakan Merupakan suatu nilai lokal dasar yang dilakukan secara turun temurun sehingga dianggap menjadi bagian daripada harga diri yang berkaitan dengan kompetensi perasaan dan nilai pribadi, atau merupakan perpaduan antara kepercayaan dan penghormatan diri. Pluralitas nilai-nilai budaya lokal itu perlu dikawal secara bijak dan positif agar tidak terjadi penyimpangan, kecurangan dan pengorbanan antar sesama masyarakat. Jati diri kedaerahan kiranya masih relevan untuk dipertahankan sebagai sebuah ideology yang mendasari persatuan antar berbagai perbedaan suku, ras, golongan, etnis serta keyakinan. Khususnya dalam rangka pemantapan penghayatan nilai-nilai sejarah kedaerahan dan memperkokoh tingkat persatuan dan kesatuan sehingga dianggap penting untuk menggali, memahami mengadopsi dan menerapkan secara membumi nilai-nilai budaya/tradisi serta kebiasaan masyarakat di daerah kabupaten Lembata sebagai falsafah hidup yang berkelanjutan.
SARAN
Dari tulisan diatas tentunya sudah membuka cakrawala berfikir kita bahwa budaya sangatlah mempengaruhi kehidupan manusia secara vital dan tak bisa dilepaskan pandangan masyarakat. Sarannya adalah menjaga, merawat serta menjunjung tinggi kebudayaan daerah adalah bagian daripada tujuan dan prinsip hidup bermasyarakat sehingga nilai toleransi antara sesama manusia tetap melekat dan terjaga dengan baik.
BAB III
KESIMPULAN
Dengan adanya penulisan diatas maka bisa ditarik kesimpulan bahwa kabupaten Lembata dengan terselip dari beberapa kecamatan, sangatlah kaya serta memiliki berbagai macam ragam akan kebudayaan daerah yang berhubungan dengan aspek pertanian dan peternakan. Sehingga untuk meningkatkan kelestarian kebudayaan daerah sangat diperlukan semangat serta dedikasiyang tinggi sebagai putra-putri daerah dalam merepresentasikan dan menjadikan budaya bagian daripada falsafah hidup.
Komentar
Posting Komentar